Review Jurnal Wajib Daftar Perusahaan
NAMA : NIDA LAMIS SHOFURA
NPM : 25215058
KELAS : 2EB08
REVIEW
IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
SEBAGAI MODAL SOSIAL PADA PT NEWMONT
HASAN ASY’ARI
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Soedarto, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah
ABSTRAK
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007, melalui undang-undang ini, industri atau koprasi wajib untuk melaksanakannya. Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka, lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggungjawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan Undang-Undang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan CSR yang sesuai dengan visi korporasi dan amanat pasal 74 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam implementasinya.
Berdasarkan hasil analisa, diperoleh kesimpulan bahwa dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya, PT Newmont melakukan kegiatan Pembangunan Masyarakat yaitu pendidikan, Infrastruktur, Perbaikan Kesehatan, Pendidikan Kejuruan dan Pengembangan Bisnis, Program Pertanian dan Perikanan, Program Perbaikan Habitat Laut Minahasa. Sedangkan kendala yang ditemui adalah meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat dan kesalahan persepsi yang muncul akibat tuduhan pencemaran terhadap operasi Newmont Minahasa Raya sehingga izin penempatan tailing PT NNT, yang mesti diperpanjang pada tahun 2005, akan tetap ditentang oleh LSM anti tambang, Kontroversi lain muncul terkait daerah eksplorasi Dodo di kecamatan Ropang yang melibatkan sembilan desa. Warga Labangkar mengklaim nenek moyang mereka dimakamkan di Dodo dan menuntut ganti rugi lahan dan pemakaman yang ada sehingga perusahaan memutuskan untuk menghentikan kegiatan eksplorasi di daerah tersebut. Tuntutan oleh beberapa nelayan setempat bahwa kegiatan tambang telah mengurangi hasil tangkapan mereka. Untuk mengatasi tuduhan ini dan memperbaiki kesalahan persepsi, PT NNT telah menyusun suatu sasaran untuk melibatkan diri lebih banyak dalam pengembangan desa nelayan setempat dan melakukan survei perikanan pada 2005.
Kata Kunci: CSR (Corporate Social Responsibility), Modal Sosial
1. PENDAHULUAN
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007. Penulis memilih judul atau penelitian ini dikarenakan berhubungan dengan materi yang sedang penulis pelajari yaitu Wajib Daftar Perusahaan (WDP). Melalui Undang-Undang ini, industri atau koprasikoprasi wajib untuk melaksanakanya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan. Perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup.
Pertama, melihat pada kondisional semacam ini maka penulis mencoba mengangkat permasalahan ini kepermukaan. Penulis menganggap bahwa pengambilan judul di atas cukup strategis. Pertama, sebab sebenarnya konsep tanggungjawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970, yang secara umum di artikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyrakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Seiring perjalanan waktu, di satu sisi sektor industri atau koperasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain ekploitasi sumber daya alam oleh sektor industri sering kali menyebabkn kerusakan lingkungan. Kedua, adalah sebagai upaya untuk menegaskan hubungan perusahaan dengan aktifitas perniagaan yang diselenggarakan oleh para perusahaan. Dalam konteks perniagaan yang diselenggarakan terdapat hubungan timbal-balik antara personal perusahaan secara internal dan antara internal perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan. Corporate Social Responsibility adalah suatu bagian hubungan perniagaan yang melibatkan perusahaan di satu pihak dan masyrakat sebagai lingkungan sosial perusahaan di pihak yang lain. Ketiga, 2 CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyrakat domisili. Secara teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab moral suatu peusahaan terhadap para stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja atau oprasionalnya.
Di tahun 1970-an, topik CSR mengemuka melalui tulisan Milton Friedman tentang bentuk tunggal tanggungjawab sosial dari kegiatan bisnis. Bahkan Estes 3 menilai bahwa roh atau semangatnya telah ada sejak mula berdirinya perusahaan (di Inggris), yang tugas utamanya adalah untuk membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sikap dan pendapat pro-kontra selalu merupakan bagian dari sejarah kehidupan perusahaan dan perkembangan konsep CSR itu sendiri. Pro dan kontra terhadap perkembangan CSR terus bergulir. Salah satunya, apakah tanggungjawab sosial tersebut sifatnya wajib atau sukarela, dimana ketika kegiatan Corporate Social Responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) diwajibkan dalam Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU.PT), Sontak menuai protes. Pasalnya aktivitas CSR diasumsikan sebagai aktivitas berdasarkan kerelaan dan bukanya ”paksaan”.
Kritik lain dari pelaksanaan CSR adalah karena seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahan besar yang ternama. Yang menjadi permasalahan adalah dengan kekuatan sumberdaya yang ada dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR, padahal yang dilakukanya hanya semata-mata hanya aktivitas filantropis, bahkan boleh jadi dilakukan untuk menutupi perilaku yang tidak etis serta perbuatan melanggar hukum Diidentikkannya CSR dengan perusahaan besar dan ternama membawa implikasi lain. Bila perusahaan besar dan ternama tersebut melakukan perbuatan yang tidak etis bahkan melanggar hukum, maka sorotan tajam publik akan mengarah kepada mereka. Namun bila yang melakukanya perusahaan kecil atau menengah yang kurang ternama, maka publik cenderung untuk kurang peduli, ataupun publik menarik perhatian, perhatian yang diberikan tidak sebesar bila yang melakukannya adalah perusahaan besar yang ternama. Padahal perilaku yang tidak etis serta perubahan melanggar hukum yang dilakukan oleh siapapun tidak dapat
diterima. Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka, lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggungjawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang.
Newmont Mining Corporation merupakan perusahaan penghasil emas terkemuka yang beroperasi di lima benua. Didirikan pada tahun 1921 di kota New York dan di daftarkan pada Bursa Saham New York (NYSE) sejak tahun 1925, Newmont juga terdaftar di Bursa Saham Australia dan Toronto, dengan domisili hukum di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Sebagai perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham terkemuka di dunia Newmont terikat pada standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan bagi para karyawannya dan masyarakat sekitar. Sebagai anak perusahaan dari Newmont Mining Corporation, PT Newmont Minahasa Raya yang didirikan pada tahun 1986 dan selanjutnya menandatangani KK dengan Pemerintah Indonesia, juga terikat untuk menerapkan standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan bagi para karyawannya dan masyarakat sekitar, termasuk melaksanakan CSR-nya, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai implementasi CSR dengan mengambil lokasi penelitian pada PT Newmont.
1.1 Rumusan Masalah
1) Bagaimana implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PT Newmont pada wilayah sekitar perusahaan?
2) Kendala apa saja yang dihadapi oleh PT Newmont dalam implementasi Corporate Social Responsibility tersebut?
1.2 Batasan Masalah
1) Untuk mengetahui implementasi CSR yang sesuai dengan visi korporasi dan amanat pasal 74 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2) Untuk mengetahui dan menganalisa apa saja kendala yang dihadapi oleh PT Newmont dalam implementasi Corporate Social Responsibility.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris, yaitu dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang mengatur dan berkaitan dengan tanggungjawab sosial perusahaan dalam kaitanya dengan pengentasan masalah sosial kemasyarakatan, memperoleh penjelasan dan mengetahui hal-hal mengenai tanggungjawab sosial perusahaan, serta kendala yang dihadapi.
2.2 Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian secara deskriptif-analitis dengan jalan menggambarkan secara rinci, sistimatik, dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masalah sosial tersebut. Kemudian, dilakukan analisis terhadap aspek hukum yang berkaitan dengan tanggungjawab soasial perusahaan terhadap masalah sosial yang ada, serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaanya.
2.3 Metode Populasi/Sampel
Penentuan sampel dipilih secara purposive-sampling, yaitu dengan menentukan 1 (satu) perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yakni PT Newmont Minahasa Raya dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan besar yang keberadaannya berdampak baik positif maupun negatif terhadap masyarakat sekitar.
2.4 Metode Data dan variabel
2.4.1 Sumber dan Jenis Data
Sumber daya yang dibutuhkan meliputi data primer, yaitu pandangan, sikap, atau persepsi pelaku usaha mengenai tanggungjawab sosial perusahaan dalam kaitanya dengan pengentasan masalah sosial. Disamping itu, juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, Sumber data dalam penelitian ini adalah PT. Newmont Minahasa Raya Data sekunder yang diteliti adalah sebagai berikut:
· Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat
· Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan.
· Bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain yaitu kamus Hukum dan berbagai majalah maupun jurnal hukum.
2.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data digunakan teknik pengumpula data sebagai berikut:
· Studi dokumen/kepustakaan
· Wawancara, yang dilakukan secara terarah dan mendalam
2.5 Metode Analisa Data
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari berbagai literatur, dan peraturan perundang-undangan, serta data primer yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi lapangan, kemudian dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, sehingga didapat kesimpulan tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan yang berkaitan dengan pengentasan masalah sosial kemasyarakatan.
3. RINGKASAN DALAM PEMBAHASAN
3.1 Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Di Indonesia
Telah Hamann dan Acutt sangat relevan dengan situasi implementasi CSR di Indonesia dewasa ini. Khususnya dalam kondisi keragaman pengertian konsep CSR dan penjabarannya dalam program yang dikaitkan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Keragaman pengertian konsep CSR adalah akibat logis dari sifat pelaksanaannya yang berdasarkan prinsip voluntari. Tidak ada konsep baku yang dapat dianggap sebagai acuan pokok baik di tingkat global maupun lokal.
Secara internasional, saat ini tercatat sejumlah inisiatif code of conduct implementasi CSR. Inisiatif itu diusulkan baik oleh organisasi internasional independen (Sullivan Principles, Global Reporting Initiative), organisasi negara (OECD), juga organisasi non pemerintah (Caux Roundtables). Di Indonesia, acuan pegangan itu belum ada. Bahkan peraturan tentang community development (CD), saat ini masih dalam bentuk draf yang diajukan Departemen ESDM. Tak heran jika berbagai korporasi.
Sebenarnya berada dalam situasi ‘bingung’ dalam pelaksanaan CSR. Banyak forum diskusi antarkorporasi atau kegiatan pelatihan CD bagi korporasi digunakan untuk mengungkapkan kebingungan itu. Selain gambaran kebingungan itu, tampak pula kecenderungan pelaksanaan CSR di Indonesia yang sangat tergantung pada Chief Executive Officer (CEO) korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak otomatis selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika CEO memiliki kesadaran tentang moral bisnis yang berwajah manusiawi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang layak. Sebaliknya, jika orientasi CEO nya hanya pada kepentingan kepuasan shareholders (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, maka boleh jadi kebijakan CSR hanya sekedar kosmetik.
Sifat CSR yang voluntaristik, absensi produk hukum yang menunjang dan lemahnyapenegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting Annual Social Report tampil glossy, lengkap dengan tampilan foto berbagai aktivitas sosial serta dana program ‘CD’ yang telah direalisasi. Di pihak lain, kondisi itu juga membuat frustrasi korporasi yang berupaya menunjukkan itikad baik untuk melaksanakan CSR. Celakanya, bagi yang terakhir ini, walau dana program CSR dalam jumlah besar sudah dikucurkan, manajemen CSR sudah dibentuk, serta strategi dan program CSR sudah dibuat, ternyata tuntutan serta demo dari masyarakat dan aktivis organisasi nonpemerintah masih tetap berlangsung. Sementara, sikap pemerintah dalam hal CSR sejauh ini masih memprihatinkan.
3.2 Regulasi CSR dalam Hasil Sinkronisasi UU Perseroan Terbatas
Kerja kolektif Tim Sinkronisasi dan Tim Perumus Rancangan Undang–Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah diselesaikan pada akhir Juni 2007 lalu. Teks Pasal 74 RUU PT yang dinyatakan final adalah:
1) Perseroan wajib mengalokasikan sebagian laba bersih tahunan Perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
2) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang–undangan;
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa pewajiban CSR terhadap seluruh perseroan terbatas sebagaimana yang diatur dalam RUU PT adalah hal yang tidak tepat dan belum jelas. Salah satu penyebab utamanya adalah bahwa penambahan bab dan pasal yang mewajibkan CSR itu tidak dihasilkan dari sebuah proses konsultasi publik yang memadai. Anggota DPR yang menyusun UU ini bukanlah para pakar CSR, namun mereka abai atas (1) masukan pemangku kepentingan utama, yaitu perusahaan, yang akan terkena dampak pemberlakuan peraturan tersebut, dan (2) fakta bahwa sudah banyaknya pihak di luar Gedung DPR yang memiliki pengetahuan mengenai CSR jauh melampaui mereka, sehingga seharusnya bisa diundang untuk memberikan masukan.
Ketiadaan sebuah naskah akademik yang lazim dalam perumusan UU juga menjadi pertanda tidak matangnya pemikiran yang mendasari pewajiban itu. Sebuah naskah akademik dalam perumusan UU berfungsi sebagai media dialog antara konsep yang hendak diajukan dengan realitas. Sebagaimana yang akan ditunjukkan pada bagian-bagian berikut, konsep CSR yang diajukan oleh DPR adalah lemah, dan juga tidak dibuat berdasarkan pemahaman atas realitas dunia usaha.
3.3 CSR Dalam Ketentuan Hukum Di Indonesia
3.3.1 Pengertian Hukum Pertambangan
Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu mining low. Hukum pertambangan adalah : “hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambahan bijih-bijihan dan mineralmineral dalam tanah” Definisi ini hanya difokuskan pada aktifitas penggalian atau pertambangan bijih-bijihan. Penggalian atau pertambangan merupakan usaha untuk menggali berbagai potensi yang terkandung dalam perut bumi. Di dalam definisi ini juga tidak terlihat bagaimana hubungan antara pemerintah dengan subjek hukum. Padahal untuk menggali bahan tambang itu diperlukan perusahaan atau badan hukum yang mengelolanya.
Kaidah hukum dalam hukum pertambangan di bedakan menjadi dua macam, yakni kaidah hukum pertambangan tertulis merupakan kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Hukum Pertambangan tidak tertulis merupakan ketentuan hukum yang hidup berkembang dalam masyarakat.
Bentuknya tidak tertulis dan sifatnya lokal, artinya hanya berlaku dalam masyarakat setempat. Kewenangan negara merupakan kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada negara untuk mengurus, mengatur dan mengawasi pengelolaan bahan galian sehingga di dalam pengusahaan dan pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kewenangan negara ini dilakukan oleh pemerintah. Penguasaan bahan galian tidak hanya menjadi monopoli pemerintah semata-mata, tetapi juga diberikan hak kepada orang dan atau badan hukum untuk mengusahakan bahan galian sehingga hubungan hukum antara negara dengan orang atau badadan hukum harus diatur sedemikian rupa agar mereka dapat mengusahakan bahan galian secara optimal. Agar orang atau badan hukum dapat mengusahakan bahan galian secara optimal, pemerintah/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) memberikan izin kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan batubara kepada orang atau badan hukum tersebut.
Dari uraian diatas, ada tiga unsur yang tercantum dalam definisi yang terakhir ini, yakni adanya kaidah hukum , adanya kewenangan negara dalam pengelolan bahan galian, dan adanya hubungan hukum antara negara dan orang dan/atau badan hukum dalam pengusahaan bahan galian.
3.3.2 Objek dan Ruang Lingkup Kegiatan Hukum Pertambangan
Apabila kita mengacu kepada definisi yang di paparkan di natas, kita dapat menelaah objek dan ruang lingkup kajian hukum pertambangan. Objek kajian merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hukum pertambangan. Objek itu dibagi menjadi dua macam, yaitu objek materil dan objek forma. Objek materiil adalah: Bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dan penyelidikan. Objek materiil hukum pertambangan adalah manusia dan dan bahan galian. Objek forma hukum pertambangan adalah mengatur hubungan antara negara dengan bahan galian dan hubungan antara negara dengan orang atau badan hukum dalam pemanfaatan bahan galian.
Kedudukan negara adalah sebagai pemilik bahan galian mengatur peruntukan dan penggunaan bahan galian untuk kemakmuran masyarakat sehingga negara menguasai bahan galian. Tujuan pengusahaan oleh negara (pemerintah) adalah agar kekayaan nasional tersebut di manfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat indonesia. Dengan demikian, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha , sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki bahan galian yang terkandung dibawahnya.
Ruang lingkup kajian hukum pertambnagan meliputi pertambangan umum, dan pertambangan minyak dan gas bumi. Pertambangan umum merupakan pertambangan bahan galian di luar minyak dan gas bumi. Pertambangan umum digolongkan menjadi lima golongan, yaitu:
1) Pertambangan mineral radioaktif;
2) Pertambangan mineral logam;
3) Pertambangan mineral nonlogam;
4) Pertambangan batu bara, gambut, dan bitumen padat; dan
5) Pertambangan panas bumi (pasal 8 Rancangan undang-undang tentang Pertambangan Umum).
Walaupun ruang lingkup kajian hukum pertambangan begitu luas, namun dalam buku ini yang menjadi ruang lingkup kajian hanya difokuskan pada pertambangan mineral non logam, seperti emas, perak dan tembaga, pertambnagan batu bara dan pertambangan minyak dan gas bumi. Ketiga pertambangan ini mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi dan tidak hanya melibatkan modal dalam negeri, tetapi juga melibatkan modal asing.
Modal asing diperlukan untuk membiayai kegiatan pertambangan ini karena Indonesia tidak memiliki modal yang cukup dan sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola sumber daya tambang itu. Di samping itu, pengusahaan bahan galian tambang banyak menimbulkan persoalan dalam masyarakat, seperti terjadinya pencemaran lingkungan, kondisi kesehatan masyarakat di sekitar tambang yang sangat memprihatinkan, konflik antara pemilik tanah dengan perusahaan tambang, konflik antara perusahaan dengan buruh, dan lain-lain.
3.3.3 Asas-asas Hukum Pertambangan
Asas-asas itu meliputi asas manfaat, asas pengusahaan, asas keselarasan, asas partisipatif, asas musyawarah dan mufakat.
1) Asas manfaat: Asas manfaat merupakan asas, dimana di dalam penguasahaan bahan galian dapat dimanfatkan/digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
2) Asas pengusahaan: Asas penguasahaan merupakan asas, di mana di dalam penyelengaraan usaha pertambangan atau bahan galian yang terdapat di dalam hukum pertambangan Indonesia dapat di usahan secara optimal.
3) Asas keselarasan: Asas keselarasan merupakan asas, dimana ketentuan undang-undang pokok pertambangan harus selaras atau sesuai atau seide dengan cita-cita dasar negara republik Indonesia dapat diusahakan secara optimal.
4) Asas partisipatif: Asas partisipatif merupakan asas, di mana pihak swasta maupun perorangan diberikan hak untuk mengusahakan bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia.
5) Asas musyawarah dan mufakat: Asas musyawarah dan mufakat merupakan asas, di mana pemegang kuasa pertambangan yang menggunakan hak atas tanah hak milik harus membayar ganti kerugian kepada pemilik hak atas tanah, yang besarnya ditentukan berdasarkan hasil musyawarah (berunding, berembuk) dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Keberadaan pertambangan minyak dan gas bumi dalam suatu wilayah mempunyai arti yang sangat strategis karena dengan adanya usaha pertambangan itu akan menambah lapangan kerja baru. Sebagian besar warga masyarakat yang berada di wilayah pertambangan akan direkrut oleh perusahaan untuk dapat bekerja pada perusahaan pertambangan. Rekrutmen itu akan menjegah terjadinya konflik antara masyarakat dengan periusahaan. Apabila sebagian dari mereka telah tertampung di perusahaan, perusahaan akan aman di dalam melakukan usaha eksplorasi dan eksploitasi.
3.3.4 Sumber Hukum Pertambangan
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: Sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan geografis. Sumber hukum yang diakui umum sebagai hukum formal ialah undang-undang, perjanjian antarnegara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
3.4 Gambaran Umum tentang PT Newmont
Newmont Mining Corporation (NMC) merupakan perusahaan penghasil emas terkemuka yang beroperasi di lima benua. Didirikan pada tahun 1921 di kota New York dan didaftarkan pada Bursa Saham New York (NYSE) sejak tahun 1925, Newmont juga terdaftar di Bursa Saham Australia dan Toronto, dengan domisili hukum di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Di Indonesia NMC mendirikan dua anak perusahaan yaitu Newmont Minahasa Raya (MNR) di Sulawesi Utara dan Newmont Nusa Tenggara (NTT) di Nusa Tenggara.
Sebagai perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham terkemuka di dunia Newmont terikat pada standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan bagi para karyawannya dan masyarakat sekitar. Sebagai anak perusahaan dari Newmont Mining Corporation, PT Newmont Minahasa Raya (NMR) dan Newmont Nusa Tenggara (NNT) menandatangani KK dengan Pemerintah Indonesia, juga terikat untuk menerapkan standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan bagi para karyawannya dan masyarakat sekitar.
Salah satu bagian dari proses penaatan terhadap standard profisiensi yang tinggi adalah komitmen PT NMR dan NNT untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Lebih dari 30-40 izin atau persetujuan mulai dari yang sederhana seperti izin untuk mempekerjakan seorang ekspatriat sampai ke izin untuk membuang tailing, telah dipenuhi.
Seperti halnya perseroan terbatas lainnya di Indonesia, PT NMR dan NNT terdiri dari para pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan Direksi mengadakan pertemuan per caturwulan dalam masa satu tahun, yang diikuti dengan pertemuan dewan komisaris, sebagai tambahan dari Rapat Umum Pemegang Saham. Dewan direksi yang terdiri dari 4 orang direktur bersama-sama dengan Richard Bruce Ness, masing-masing memiliki fungsi, tugas dan tanggung jawabnya. Dalam masa operasional, salah satu direktur ditempatkan di lokasi pertambangan yang sekaligus menduduki posisi sebagai general manager dan Kepala Tehnik Tambang, dengan fungsi utama mengatur dan menetapkan keadaan yang dipertanggungjawabkan untuk semua masalah yang berhubungan dengan Kesehatan kerja, Keselamatan dan Lingkungan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pertambangan perihal Kesehatan, Keselamatan Tenaga Kerja, dan Lingkungan.
3.5 Implementasi Corporate Social Responsibilty (CSR) pada PT Newmont
3.5.1 PT Newmont Minahasa Raya (NMR)
Dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya, PT Newmont melakukan kegiatan Pembangunan Masyarakat. Tujuan dari pembangunan masyarakat adalah untuk menaikkan kualitas hidup dari masyarakat yang tinggal di sekitar area pertambangan. Sasarannya adalah agar manfaat dari tambang mengalir kepada masyarakat sekitar, tidak hanya dari mempekerjakan mereka secara langsung, namun juga dari kegiatan lainnya yang bisa didorong dari keberadaan tambang (efek ganda). Yang juga menjadi tujuan NMR ini adalah agar manfaat ini dapat bertahan lebih lama dari umur tambang, dan agar segala industri serta usaha yang terbentuk karena adanya tambang akan terus berjalan biarpun tambang sudah tidak ada.
Untuk mencapai tujuan ini, NMR telah memberikan sumbangan di berbagai bidang yang penting yaitu: pendidikan, infrastruktur pembangunan, layanan kesehatan, pendidikan kejuruan, dan pengembangan bisnis. Tujuan NMR bukanlah untuk menggantikan peran dan tanggung jawab pemerintah yang bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi sebagai sebuah perusahaan dan tetangga, NMR memiliki dampak positif yang signifikan pada taraf kehidupan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar tambang. Bantuan lain yang diberikan oleh PT NMR selama beroperasi di Sulawesi Utara termasuk juga dalam bidang:
1) Pendidikan, berupa pembangunan sarana pendidikan dan beasiswa.
2) Infrastruktur, berupa pengembangan kawasan buyat pantai sebagai sarana dan objek wisata.
3) Perbaikan Kesehatan, berupa pembangunan pusat kesehatan desa oleh NMR, pemberian suplai peralatan, penyediaan staff medis dan kendaraan yang beroperasi memberikan pelayanan ke desa sekitar, termasuk juga bantuan bulanan juga diberikan oleh NMR untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan di sarana kesehatan.
4) Pendidikan Kejuruan dan Pengembangan Bisnis, berupa para kontraktor lokal dalam kegiatan di pertambangan, mendukung pembangunan dan pelatihan personil, membantu dalam proyek perluasan pertanian, dan penggerak lain dari pertumbuhan ekonomi.
5) Program Pertanian dan Perikanan berupa pelatihan dalam teknik kultur kelautan kepada para nelayan untuk mengembangkan pengolahan rumput laut, menyediakan pinjaman untuk perbaikan peralatan nelayan dan mengurangi praktek penangkapan ikan yang merusak, serta kesempatan untuk mempelajari teknik pertanian baru lewat tempat demonstrasi pertanian.
6) Program Perbaikan Habitat Laut Minahasa, berupa prakarsa dan pendanaan
7) Program Peningkatan Kelautan Minahasa.
3.6 Kendala yang Dihadapi oleh PT Newmont dalam Pelaksanaan Corporate Social Responsibility
Salah satu tantangan utama yang dihadapi PT Newmont pada 2004 adalah meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat dan kesalahan persepsi yang muncul akibat tuduhan pencemaran terhadap operasi Newmont Minahasa Raya. Tuduhan bahwa Newmont Minahasa Raya telah mencemari Teluk Buyat meningkatkan perhatian masyarakat terhadap sistem penempatan tailing dasar laut Batu Hijau di Sumbawa. Batu Hijau mencanangkan sebuah kampanye sosialisasi yang intensif dan mendidik dengan memberikan informasi kepada publik mengenai pengelolaan lingkungan dan penempatan tailing dasar laut. Kunjungan ke lokasi tambang untuk umum, pertemuan dengan berbagai instansi pemerintah dan penyebaran informasi ke media massa semuanya menekankan pada perbedaan proses yang digunakan di Batu Hijau, sebuah tambang tembaga, dan Minahasa, sebuah tambang emas.
PT Newmont menyampaikan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah Indonesia yang membuktikan bahwa pembuangan tailing di Minahasa tidak membahayakan masyarakat setempat atau pun kehidupan laut di Teluk Buyat. Izin penempatan tailing PT Newmont, yang mesti diperpanjang pada tahun 2005, akan tetap ditentang oleh LSM anti tambang. Kontroversi lain muncul terkait daerah eksplorasi Dodo di kecamatan Ropang yang melibatkan sembilan desa. Warga Labangkar mengklaim nenek moyang mereka dimakamkan di Dodo dan menuntut ganti rugi lahan dan pemakaman yang ada. Saat ini perusahaan memutuskan untuk menghentikan kegiatan eksplorasi di daerah tersebut. Tekanan eksternal mengakibatkan peringkat PROPER lingkungan PT NNT turun dari hijau menjadi biru pada 2004 pada saat audit lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Biru adalah peringkat ketiga dari lima warna kategori dan menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan tambang mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia. Pada 2003, PT Newmont termasuk perusahaan yang memperoleh peringkat tertinggi dari 85 perusahaan yang ikut serta. Penilaian meliputi 51 kriteria seperti pengendalian limbah cair, polusi udara dan limbah berbahaya; penerapan analisis dampak lingkungan; pengelolaan sumber daya dan lingkungan; dan pengembangan masyarakat. Penilaian ini diikuti dengan kunjungan lapangan untuk verifikasi serta wawancara dengan karyawan dan anggota masyarakat.
Faktor eksternal yang mengakibatkan turunnya nilai tersebut adalah tuntutan oleh beberapa nelayan setempat bahwa kegiatan tambang telah mengurangi hasil tangkapan mereka. Untuk mengatasi tuduhan ini dan memperbaiki kesalahan persepsi, PT Newmont telah menyusun suatu sasaran untuk melibatkan diri lebih banyak dalam pengembangan desa nelayan setempat dan melakukan survei perikanan pada 2005 Kegiatan pertambangan memiliki daya rusak bagi lingkungan. Lingkungan yang rusak itu sulit dipulihkan. Daya rusak ini berkontribusi terhadap pemiskinan di sekitar kawasan pertambangan. Semakin besar skala kegiatan pertambangan, potensi terjadinya kerusakan ekosistem menjadi semakin besar dan semakin sulit dipulihkan. Seluruh tahap pengembangan tambang mineral memiliki dampak merusak lingkungan hidup dan ekosistem alami tempatnya beroperasi. Di wilayah operasi di mana masyarakat setempat hidup dan penghidupannya bergantung sebagian dan atau sepenuhnya kepada tanah dan kekayaan alam, seluruh mata rantai operasi tambang mineral memiliki dampak terhadap penurunan mutu dan pelenyapan kehidupan masyarakat. Seluruh aspek penghidupan masyarakat terkena dampak dari seluruh mata rantai operasi tambang.
Proses pemiskinan terjadi bahkan sejak awal pertambangan masuk. Hak penguasaan dan kelola rakyat atas tanah diingkari, sehingga perijinan pertambangan dikeluarkan secara sepihak tanpa persetujuan rakyat yang menguasai dan mengelola tanah. Jika perusahaan tambang beroperasi, rakyat tak punya pilihan. Mereka menerima ganti rugi tanah yang ditetapkan secara sepihak atau digusur karena menolak ganti rugi. Akibatnya konflik tanah antara pertambangan dan masyarakat di awal operasi terjadi di hampir semua lokasi pertambangan. Seperti misalnya, ganti rugi tanah Rp 30 per meter oleh Perusahaan Beyond Petroleum – BP Tangguh di Saengga Papua. Demikian juga sebanyak 444 KK warga di sekitar sungai Kelian (1990) digusur dan dari pemukiman dan kebunnya ketika PT Kelian Equatorial Mining (KEM) akan beroperasi di Kalimantan Timur. Pembebasan tanah umumnya disertai intimidasi, bentuk kekerasan lainnya, hingga penghilangan nyawa. Warga Ratatotok di Minahasa Selatan, misalnya, dipaksa menerima ganti rugi hanya Rp 250 per m2 untuk lahan-lahan kebun.
Ketika mereka menolak ganti rugi itu, warga diintimidasi oleh aparat pemerintah dan kepolisian Di hadapan pertambangan, penduduk lokal seolah tak punya hak untuk menolak pertambangan yang akan beroperasi di wilayah kelola mereka. Apalagi memilih model ekonomi yang berkelanjutan, seperti pertanian, kehutanan, pariwisata atau perikanan. Padahal saat tambang beroperasi, pemiskinan terus berlangsung sejalan dengan menurunnya kualitas pelayanan alam dan produktivitas rakyat, khususnya terkait dengan sumberdaya tanah dan air. Untuk mendapatkan 1 gram emas di tambang PT Newmont dihasilkan 2480 gram limbah. Selain itu, pertambangan juga dikenal rakus air. Air menjadi bahan baku kedua setelah batuan dan tanah galian. Di pertambangan Barisan Tropical Mining, Sumatera Selatan, misalnya, dibutuhkan setidaknya 104 liter air untuk mendapatkan 1 gr emas.
Krisis air merupakan masalah yang selalu dijumpai di lokasi pertambangan. Kuantitas dan kualitas air menurun, selain karena air disedot untuk kebutuhan pertambangan, juga karena pertambangan itu sendiri juga merusak sistem hidrologi tanah dan mencemari lingkungan perairan, baik karena rembesan air asam tambang, rembesan logam berat, maupun buangan lumpur tailing. Limbah pertambangan dibuang ke lingkungan sekitar, yaitu ke lokasi produktif tempat mata pencaharian penduduk: sungai, hutan, rawa, sumber-sumber air, lahan pertanian, dan laut. Itulah mengapa sektor pertambangan mematikan sektor lain yang berkelanjutan, seperti kebun, lahan pertanian, rumah dan pekarangan, hutan adat, tambang rakyat, wilayah peternakan, penggembalaan dan perikanan. Sebagaimana dicatat JATAM, pada tahun 2004 Newmont membuang sekitar 5,8 juta ton tailing ke Teluk Buyat dan 310 juta ton tailing ke Teluk Senunu, Sumbawa. PT Newmont membuat sedikitnya 5 milyar ton limbah ke sungai, danau, dan hutan-hutan hingga laut. Barisan Tropical Mining (Laverton Gold) membuang 2,5 ton tailing ke lingkungan dan mencemari sungai.
3.7 Alasan Perusahaan melaksanakan CSR
Setidaknya ada tiga alasan penting dan manfaat yang diperoleh suatu perusahaan dalam merespon dan menerapkan isu tanggung jawab sosial (CSR) yang sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan juga turut memperhatikan kepentingan masyarakat. Dengan adanya penerapan CSR, maka perusahaan secara tidak langsung telah menjalin hubungan dan ikatan emosional yang baik terhadap shareholder maupun stakeholders. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme (saling mengisi dan meguntungkan).
Bagi perusahaan, untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya licence to operate, adalah suatu keharusan bagi perusahaan jika dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa mendongkrak citra dan performa perusahaan. Dan Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk mengeliminasi berbagi potensi mobilisasi massa (penduduk) untuk melakukan hal yang tidak diiginkan sebagai akses ekslusifme dan monopoli sumber daya alam yang dieksploitasi oleh perusahaan tanpa mengedepankan adanya perluasan kesempatan bagi terciptanya kesejahteraan dan pengembangan sumber daya manusia yang berdomisili di sekitar wilayah penambangan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
3.8 Efektifitas Konsep CSR Dalam Menangani Permasalahan Sosial
Di dalam keterbatasan sumber daya maupun pendanaan, mencari solusi terhadap penyakit, masalah dan penyediaan kebutuhan masyarakat, seringkali mengalami kebuntuan. Contoh penyakit sosial antara lain seperti tindakan korupsi yang sudah dianggap hal yang biasa.
Sedangkan masalah masyarakat antara lain misalnya kesenjangan ekonomi yang cenderung semakin melebar, mewabahnya penyakit seperti flu burung, demam berdarah yang tak kunjung tuntas, banjir bandang yang hampir secara rutin dialami beberapa daerah tertentu, dan sebagainya. Meskipun tanggung jawab utama dalam mengatasi hal tersebut berada pada Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, namun sesuai dengan porsinya hal ini juga merupakan tanggung jawab semua pihak sebagai anggota masyarakat. Kita tahu Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan APBN/APBD, namun upaya yang paling penting dilakukan oleh Pemerintah adalah memetakan penyakit dan masalah masyarakat itu secara komprehensif berikut solusi mengatasinya. Beberapa proyek strategis yang tanggung jawab utamanya berada pada Pemerintah, tentu dapat dibiayai oleh APBN maupun APBD, selebihnya kita bisa melibatkan dunia usaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk secara bersama-sama mengatasi secara tuntas penyakit dan masalah masyarakat tersebut.
Dari sisi dunia usaha, kecenderungan belakangan ini, Corporate Social Responsibility (CSR) tidak lagi dipandang sebagai cost center tetapi sudah menjadi bagian dari strategi usaha dalam meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan usaha yang stabil. CSR lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan yang biasanya mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, mengemplang pajak, menindas buruh, dan sejenisnya. Intinya, keberadaan perusahaan berdiri secara berseberangan dengan kenyataan kehidupan sosial. Namun, kini situasi semakin berubah, konsep dan praktik CSR sudah menunjukkan gejala baru sebagai suatu strategi perusahaan yang dapat memacu dan menstabilkan pertumbuhan usaha secara jangka panjang. Sebagai contoh Unilever meluncurkan program CSR tentang sosialisasi air bersih. Program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang mendambakan kehidupan bersih jauh dari penyakit. Di sisi Unilever, program ini akan meningkatkan penjualan produk kebersihannya. Contoh yang lain, Panasonic meluncurkan program CSR dengan melakukan pelatihan instalasi, pemeliharaan, dan reparasi produkproduk elektronik bagi pemuda-pemudi yang putus sekolah, sebagai pelengkap Program Kelompok Belajar Mandiri (PKBM). Dari sisi masyarakat setempat, program ini sangat bermanfaat untuk menyediakan tenaga kerja ataupun wiraswasta yang siap memberikan pelayanan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Dari sisi Panasonic sendiri, program ini sedikit banyaknya akan mendukung peningkatan penjualan produk-produknya.
Jelas dalam hal ini Pemerintah Daerah memerlukan dukungan dunia usaha dan masyarakat pada umumnya dalam mengatasi penyakit dan masalah masyarakat tersebut. Dunia usaha juga sudah menempatkan CSR sebagai strategi usaha dalam meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan usaha yang stabil. Namun, yang menjadi persoalan adalah upaya yang sudah dilakukan oleh suatu perusahaan bisa jadi tumpang tindih dengan perusahaan yang lain atau bisa juga hanya terfokus pada masalah tertentu saja. Dalam kaitan ini, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan LSM seyogyanya melakukan upaya bersama dalam mengatasi penyakit dan masalah sosial tersebut. Harapan kita tidak lain tuntasnya penanggulangan penyakit dan masalah sosial yang ada, sekaligus terjadi sinergi yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat pada umumnya.
3.9 Parameter Keberhasilan Pelaksanaan CSR Oleh PT Newmont
Program yang memuaskan seluruh pihak merupakan cerminan keberhasilan tertinggi sehingga dapat diyakini bahwa keberadaan dan operasi perusahaan tersebut akan terus mendapatkan dukungan masyarakat dan pihak terkait lainnya. Indikator-indikator kinerja yang dapat dipergunakan antara lain:
1) Terlaksananya seluruh program yang direncanakan;
2) Terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang dinyatakan hendak dipenuhi dalam rencana program;
3) Terpeliharanya integrasi sosial masyarakat;
4) Program berhasil mendorong kemandirian masyarakat dan tidak menimbulkan ketergantungan;
5) Perusahaan secara umum diterima keberadaannya di tengah-tengah masyarakat;
6) Adanya pengakuan dari pemerintah dan pihak lain bahwa perusahaan telah berpartisipasi dalam pembangunan daerah.
Jika indikator di atas dipergunakan, reduksi pengembangan masyarakat menjadi sekadar masalah dana akan dapat dihindari. Tentu saja, lebih baik lagi kalau Departemen ESDM mau menilai keseluruhan program sosial . Hasilnya kemudian dapat dipergunakan untuk membuat daftar tindakan perbaikan yang dituangkan dalam sebuah kontrak kinerja. Penilaian dan tindak lanjutnya yang komprehensif akan mengurangi resistensi banyak pihak, juga akan mengurangi retorika elit yang tidak perlu, sehingga kita tidak lagi akan terjerumus ke dalam politisasi atas nasib masyarakat.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
4.1 Dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya, PT Newmont melakukan kegiatan Pembangunan Masyarakat yaitu:
1) Pendidikan, berupa pembangunan sarana pendidikan dan beasiswa mencakup pembangunan dan renovasi sekolah, penyediaan buku dan alat bantu belajar mengajar, mendanai dua buah perpustakaan keliling dan memberikan beasiswa kepada pelajar yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan membantu siswa-siswi yang tidak mampu membayar uang sekolah dan membeli buku.
2) Infrastruktur, berupa pengembangan kawasan buyat pantai sebagai sarana dan objek wisata. Proyek infrastruktur utama lainnya adalah membantu pemerintah dan desa setempat membangun sistem kebersihan dan pembuangan sampah di Benete, Maluk, Sekongkang Atas dan Sekongkang Bawah
3) Perbaikan Kesehatan, berupa pembangunan pusat kesehatan desa oleh NMR, pemberian suplai peralatan, penyediaan staff medis dan kendaraan yang beroperasi memberikan pelayanan ke desa sekitar, termasuk juga bantuan bulanan juga diberikan oleh NMR untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan di sarana kesehatan.
4) Pendidikan Kejuruan dan Pengembangan Bisnis, berupa para kontraktor lokal dalam kegiatan di pertambangan, mendukung pembangunan dan pelatihan personil, membantu dalam proyek perluasan pertanian, dan penggerak lain dari pertumbuhan ekonomi.
5) Program Pertanian dan Perikanan berupa pelatihan dalam teknik kultur kelautan kepada para nelayan untuk mengembangkan pengolahan rumput laut, menyediakan pinjaman untuk perbaikan peralatan nelayan dan mengurangi praktek penangkapan ikan yang merusak, serta kesempatan untuk mempelajari teknik pertanian baru lewat tempat demonstrasi pertanian dan mendukung kemampuan petani untuk memperoleh penghasilan tetap dan meningkatkan kualitas tanaman.
6) Program Perbaikan Habitat Laut Minahasa, berupa prakarsa dan pendanaan.
4.2 Dalam pelaksanaan Corporate Social Responcibility tersebut, PT Newmont menemui kendala sebagai berikut:
1) Tantangan utama yang dihadapi PT NNT pada 2004 adalah meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat dan kesalahan persepsi yang muncul akibat tuduhan pencemaran terhadap operasi Newmont Minahasa Raya sehingga izin penempatan tailing PT NNT, yang mesti diperpanjang pada tahun 2005, akan tetap ditentang oleh LSM anti tambang.
2) Kontroversi lain muncul terkait daerah eksplorasi Dodo di kecamatan Ropang yang melibatkan sembilan desa. Warga Labangkar mengklaim nenek moyang mereka dimakamkan di Dodo dan menuntut ganti rugi lahan dan pemakaman yang ada sehingga perusahaan memutuskan untuk menghentikan kegiatan eksplorasi di daerah tersebut
3) Tuntutan oleh beberapa nelayan setempat bahwa kegiatan tambang telah mengurangi hasil tangkapan mereka. Untuk mengatasi tuduhan ini dan memperbaiki kesalahan persepsi, PT NNT telah menyusun suatu sasaran untuk melibatkan diri lebih banyak dalam pengembangan desa nelayan setempat dan melakukan survei perikanan pada 2005
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
AB Susanto, 2007, A Strategic Management Approach, CSR, The Jakarta Consulting
Group, Jakarta
----------------, 1997, Budaya Perusahaan, Jakarta, PT Elex Media Komputindo
----------------, Paradigma Baru “Community Development” Harian Kompas, 22 Mei 2001
----------------, 1997, Manajemen Aktual, Jakarta, Grasindo
Dwi Tuti Mulyati, Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dalam Kaitanya Dengan Kebijakan
Lingkungan Hidup, Jurnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, volume 3/No. 1 Februari 2007, Program Megister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.
Emirzon, Joni, 2007, Perspektif Hukum Bisnis Indonesia, Pada Era Globalisasi Ekonomi,
Genta Press, Yogyakarta.
Hartono, Sri Rejeki, 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayu Media, Malang.
Hasan Asy’ari, 2009, Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Modal
Sosial pada PT NEWMONT, Tesis, Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro.
Marten H. Jean, Corporate Social Responsibility Perusahaan Multinasional Kepada
Masyarakat Sekitar: Studi Kasus, Jurnal Usahawan Nomer 03 Tahun XXXVI Maret
2007, Bagian CSR, Universitas Kristen Satya Wacana, Slalatiga.
Muryati, Dewi Tutri, Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dalam Kaitanya Dengan
Kebijakan Lingkungan Hidup, Jurnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, Volume
3/No. 1 Februari 2007, Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Sri Rejeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, 2007, Bayu Media, Malang, Siregar,
Chairil. N., Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi CSR pada Masyarakat
Indonesia, Jurnal Sosioteknologi Edisi 12 tahun 06, Desember 2007, ITB, Bandung.
Undang-Undang:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
Internet:
Komentar
Posting Komentar