HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN - MANAJEMEN


PERUNDINGAN KOLEKTIF
Perundingan kolektif (collective bargaining) adalah suatu proses dimana para wakil (representative) dua kelompok bertemu da mempunyai tujuan merundingkan (negosiasi) suatu kontrak perjanjian yang mengatur kedua belah pihak di waktu mendatang. Dalam hubungan serikat pekerjaan manajemen, perundingan kolektif merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yang diwakili oleh serikat pekerja dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat - syarat hubungan kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
Ada dua jenis dasar perundingan kolektif antara karyawan dan manajemen:
1.      Tradisional
Adalah tentang distribusi benefits, yaitu pengupahan, kondisi kerja, promosi, PHK, hak-hak manajemen, dan sebagainya.

2.      Integratif
Jenis perundingan yang jarang terjadi adalah perundingan yang bersifat integratif. Hal ini terkait dengan bermacam-macam masalah kepentingan timbal balik antara kedua belah pihak yang lebih besar, terutama usaha menyelesaikan masalah atau mendamaikan permasalahan yang terjadi. Banyak opini yang dilontarkan tentang perundingan integratif yang sesuai dengan pengalokasian berbagai sumber daya dan beban kerja. Perencanaan pekerjaan yang menarik pelaksanaan pengendalian karyawan lebih besar selama kerjadan bidang umum dikenal sebagai “kualitas kehidupan kerja”. Meskipundemikian, dalam aplikasinya, jenis perundingan integratif sebaiknya digunakan untuk menentukan jam kerja, penggajian, kompensasi tambahan, promosi, dan keamanan kerja. Bila jenis integratif dipakai maka setiap tim harus memandang tim yang lain sebagai pihak yang dapat bekerja sama dan dapat dipercaya. Kedua pihak harus memegang komitmen terhadap posisi tertentu selama pergantian informasi dan pembahasan permasalahan serta perasaan. Karena perundingan tradisional sejauh ini merupakan jenis yang paling umum.
Faktor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektif

1.      Cakupan rundingan yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.

2.      Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan  Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan :

1)      Pemogokan
2)   Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan
3.      Peranan pekerja Kedua belah pihak serikat pekerja dan manajemen banyak mengacu pada keberpihakan pemerintah untuk menyelesaikan atau melakukan intervensi terhadap permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Intervensi ini paling tidak dilakukan dengan menerapkan undang-undang dan peraturan di bidang perburuhan.

4.      Kesediaan perusahaan/organisasi Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya).

Manajemen menggunakan beberapa teknik untuk mempersiapkan perundingan:

1)      Manajemen menyediakan data yang merupakan landasan membangun posisiperundingannya. Berupa data upah dan tunjangan, serta perbandingan tarif upah local dan tarif yang dibayar untuk pekerja yang sama dalam indusrti. Data tentang distribusi tenaga kerja ( missal ; dari segi usia, jenis kelamin, senioritas), factor-faktor tersebut juga menentukan apa yang sesungguhnya akan di bayar dalam tunjangan. Yang juga penting adalah data ekonomi internal menyangkut baiaa tunjangan, level pendapatan keseluruhan, dan jumlah serta biaya kerja lembur. Manajemen juga akan ‘membiayai’ kontrak tenaga kerja terbaru dan menetapkan biaya yang meningkat-total, per karyawan, dan per-jam dari tuntutan serikat pekerja.

2)      Survey sikap untuk menguji reaksi dari karyawna terhadap berbagai seksi kontrak yang mungkin dirasakan manajemen menuntut perubahan dan  konferensi tidak resmi dengan pemimpin serikat pekerja setempat guna membahas efektivitas operasional dari kontrak dan mengusulkan pemeriksaan percobaan tentang gagasan manajemen bagi perubahan.

Tahap-tahap perundingan:
Perundingan actual khususnya berlangsung melalui beberapa tahap pengembangan.

1)      Masing-masing pihak menyajikan tuntutannya. Tahap ini kedua pihak biasanya cukup jauh berdasarkan beberapa soal.

2)      Ada satu pengurangan tuntutan. Pada tahap ini masing-masing pihak menukarkan beberapa dari tuntutannya untuk mendapatkan yang lain.

3)      Semua pihak membentuk subkomite gabungan untuk mencoba mewujudkan alternative yang masuk akal.

4)      Perwakilan serikat pekerja memeriksa secara informal para penyelia mereka dan anggota serikat pekerja, perwakilan manajemen memeriksa manajemen puncak. Akhirnya, begitu segala sesuatu menjadi teratur, satu persetujuan resmi disepakati dan ditandatangani.

·         Proses perundingan kolektif

·         Tahap persiapan negosiasi.

·         Tahap keberhasilan perundingan tergantung pada kesiapan kedua belah pihak.

·         Kegiatan-kegiatan follow-up, yaitu administrasi perjanjian kerja


KESEPAKATAN KERJA BERSAMA
Kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:
1.      UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.      UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan.
3.      UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama.
4.      PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
5.      Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama

HUBUNGAN PEKERJA DENGAN MANAJEMEN
Hubungan pekerja dengan manajemen didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian kerja dalan kontrak tersebut. Berbagai hal terkait dengan hak-hal karyawan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak-hak karyawan yang tercantum dalam kontrak antara lain mengenai gaji, bonus, hak cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain. Sementara itu, kewajiban karyawan terkait dengan pelaksanaan bidang tugad masing-masing. Berkaitan dengan tugas, hubungan antara karyawan dengan manajemen umumnya merupakan hubungan formal yang kaku dan birokratis. Terdapat beberapa jenjang dan jalur yang membatasi komnikasi antara manajemen dengan karyawan. Akibat adanyan jalur formal tersebut, komunikasi menjadi kurang efektif dan panjang. Hal ini sering kali menimbulkan salah penafsiran antara karyawan terhadap kebijakan yang diambil manajemen karena kurang efektifnya hubungan tersebut. Dalam rangka mengatasi kesenjangan hubungan manajemen dan karyawan, hubungan tersebut dapat dilangsungkan secara informal. Hubungan informal mereduksi jenjang birokrasi dan jalur komunikasi sehingga hubungan komunikasi dapat berlangsung secara lebih cepat dan efektif. Jalur informal dapat dilakukan melalui pertemuan informal antara manajemen dengan kelompok-kelompok karyawan


Ada 2 hubungan pekerja dengan manajemen
1.      Hubungan yang kurang harmonis
Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari pendapatan yang ada. Secara historis, SP mengambil sikap yang kurang harmonis dalam interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang selama ini diterima dari perusahaan.

2.      Hubungan Kooperatif
Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra, bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama dengan manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang integrative Manajemen dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism maupun social unionism. Perkembangan berbagai bentuk konpensasi tembahan yang telah dibahas di muka pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung atau bidang bidang langsung dari karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanan-tekanan tersebut, perusahaan harus selalu memperbaiki program kompensasinya agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan karyawan-karyawan yang berkualitas. Bila para karyawan merasa tidak puas terhadap berbagai kondisi perusahaan, mereka berkumpul dan membentuk suatu serikat karyawan (union). Serikat karyawan menyebabkan perubahan-perubahan perilaku para manajer. Agar kegiatan serikat tidak berkembang, manajemen harus menerapkan pendekatan proaktif, seperti :

1)      Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para karyawan.

2)      Mengembangkan rencana-rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan individual disamping meminimumkan kemungkinan pemutusan hubungan kerja.

3)       Memilih para karyawan yang qualified

4)      Menetapkan standar-standar prestasi kerja yang adil.

5)      Melatih para karyawan dan manajer sehingga memungkinkan mereka untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.

6)      Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata

Konflik-konflik yang terjadi antara perusahaan dan serikat karyawan merupakan akibat sikap masing-masing pihak yang kurang kooperatif. Bagaimanapun juga, sikap kerjasama harus dikembangkan pada kedua belah pihak agar operasi organisasi dapat berjalan lancer dan tercpai secara otomatis, tetapi harus ada inisiatif dari departemen personalia. Manajemen personalia dapat mengembangkan kerjasama antara perusahaan dan serikat karyawan melalui :
a)      Konsultasi awal
Dengan para pemimpin serikat karyawan untuk membahas masalah-masalah sebelum menjadi keluhan yang lebih formal.
b)      Perhatian
Yang sungguh-sungguh terhadap maslah-masalah dan kesejahteraan karyawan, bahkan bila manajemen tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan hal itu menurut perjanjian kerja.
c)      Panitia-panitia kerja bersama
Manajemen dan para pengurus serikat karyawan untuk mencari penyelesaian-penyelesaian berbagai masalah yang sering timbul.
d)     Program-program latihan
Yang secara obyektif mengkonsumsikan maksud perundingan serikat karyawan dan manajemen serta mengurangi kesalahan-kesalahan pengertian dan berbagai bentuk bias lainnya.
e)      Pihak ketiga
Yang dapat memberikan pedoman atau pengarahan dan program yang membuat para pemimpin serikat karyawan dna manajer semakin dekat untuk secara Bersama mencapai sasaran-sasaran.

Referensi :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS 3

SOSIOLOGI & POLITIK

DESAIN PEKERJAAN DAN ANALISIS PEKERJAAN